Sendawar, 29 Juni 2025 – Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti beberapa waktu lalu angkat bicara mengenai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas).
Dalam pernyataannya, Menteri Mu’ti menegaskan bahwa tidak ada diksi “gratis” dalam putusan MK tersebut, melainkan penekanan pada jaminan negara untuk terselenggaranya pendidikan dasar tanpa pemungutan biaya.
Meskipun demikian, pemerintah masih belum mengambil sikap final terkait implementasi putusan penting ini.
Pernyataan Menteri Mu’ti disampaikan kepada awak media di Kampus IPDN Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat, pada Rabu (25/6/2025) lalu. “Sekolah gratis itu kan berarti bahasa media, kalau bahasa keputusan MK itu bunyinya tidak sekolah gratis,” jelas Mu’ti seperti dikutip dari detik.com
Ia menekankan pentingnya memahami secara benar redaksi putusan MK agar tidak terjadi salah tafsir di masyarakat.
Menindaklanjuti putusan MK, Mendikdasmen telah melakukan koordinasi intensif dengan berbagai pihak terkait. Langkah ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam merespons putusan tersebut.
Pembahasan lebih lanjut akan dilakukan untuk merumuskan langkah-langkah konkret yang selaras dengan amanat MK, namun tetap dalam koridor pemahaman yang tepat mengenai substansi putusan. “Tentu dengan pemahaman yang benar ya, karena di keputusan MK tidak ada kata ‘gratis’,” tegasnya sekali lagi.
Latar Belakang Putusan Mahkamah Konstitusi yang menjadi sorotan ini diketok pada sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (27/5/2025). MK mengabulkan sebagian permohonan uji materi Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dan terdaftar dengan nomor 3/PUU-XXIII/2025.
Pokok permohonan uji materi ini berfokus pada Pasal 34 ayat (2) UU Sisdiknas. Para pemohon berargumen bahwa pasal tersebut tidak secara eksplisit menjamin pendidikan dasar tanpa biaya, sehingga berpotensi memberatkan masyarakat.
Dalam amar putusannya, Ketua MK Suhartoyo membacakan, “Mengabulkan permohonan para Pemohon untuk sebagian. Menyatakan Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai ‘Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya, baik untuk satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh pemerintah maupun satuan pendidikan dasar yang diselenggarakan oleh masyarakat’.”
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kutai Barat Siap Ikuti Arahan Pusat

Sementara itu, di tengah penantian instruksi atau petunjuk teknis resmi dari pemerintah pusat terkait implementasi putusan MK ini, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kabupaten Kutai Barat menyatakan kesiapannya.
Kepala Disdikbud Kutai Barat, RL. Bandarsyah, menegaskan bahwa pihaknya sedang menunggu informasi resmi dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen).
“Terkait dengan putusan MK tentang sekolah gratis di jenjang SD dan SMP, kami di Disdikbud Kubar saat ini masih menanti edaran resmi dari pusat. Kami belum terima petunjuk teknis yang pasti soal implementasi sekolah gratis untuk sekolah swasta,” kata Bandarsyah.
Kesiapan ini mencerminkan sikap adaptif Pemerintah Daerah Kutai Barat dalam menghadapi perubahan regulasi yang berdampak signifikan pada sektor pendidikan.
Penting untuk diketahui bahwa implikasi putusan ini sangat luas, khususnya bagi sekolah-sekolah swasta yang selama ini beroperasi dengan mengandalkan iuran biaya sekolah dari peserta didik.
Di Kabupaten Kutai Barat sendiri, tercatat ada 189 SD Negeri dan 44 SMP Negeri yang sudah menyelenggarakan pendidikan gratis. Namun, keberadaan 32 sekolah swasta yang terdiri dari SD dan SMP kini menjadi perhatian utama dalam implementasi putusan MK ini.
Menanggapi tantangan pembiayaan yang akan muncul sebagai konsekuensi dari putusan MK ini, Bandarsyah menyerahkan sepenuhnya kepada pihak yang lebih berkompeten.
“Terkait biaya dan lain sebagainya, nanti akan kami koordinasikan terlebih dahulu. Akan kami analisa berdasarkan intruksi atau juknis dari pusat kemudian disampaikan kepada para pimpinan tertinggi di Kutai Barat. Jika butuh biaya besar, kami juga akan membuat telaah kepada stakeholder terkait khususnya Tim Anggaran Pemerintah Daerah,” ucapnya.
Meskipun putusan MK ini sejalan dengan amanat konstitusi untuk mewujudkan pendidikan yang merata dan berkualitas bagi seluruh warga negara, implementasinya tentu memerlukan persiapan yang matang, terutama dalam hal penyusunan petunjuk teknis, alokasi anggaran, dan sosialisasi kepada seluruh pemangku kepentingan pendidikan, orang tua dan masyarakat.
Disdikbud Kutai Barat berharap agar petunjuk teknis dari pemerintah pusat dapat segera diterbitkan, sehingga langkah-langkah konkret untuk mengimplementasikan putusan sekolah gratis ini dapat segera disusun dan dilaksanakan demi terwujudnya akses pendidikan yang lebih baik bagi seluruh anak-anak di Kutai Barat. (*)